Film adalah media yang begitu luas. Dari sebuah tulisan skenario berubah mejadi gambar bersuara. Tidak hanya itu, film juga akan selalu memiliki pesan yang diselipkan di tiap adegannya. Sejak pertama dibuat, film memang bukan sekedar media hura-hura saja. Betul bahwa ada tanggung jawab hiburan dari sebuah film, tapi setiap orang yang memiliki kesempatan untuk menyampaikan sebuah pesan pada khalayak luas, itu artinya punya kesempatan yang besar juga untuk menyampaikan sesuatu yang baik yang dapat ditiru oleh orang-orang yang menontonnya.
Setiap penulis skenario, sutradara juga aktor yang berakting di depan kamera memiliki jalur khusus untuk dapat menyampaikan pesan-pesan yang baik di tengah masyarakat. Tidak ada batasan genre atau cerita film, kebaikan akan tetap terasa meski dibungkus dengan nuansa menyeramkan atau dikemas dengan sindiran dan gelak tawa. Pesan yang disampaikan dengan tepat dalam sebuah film akan menjadi suar yang dapat dilihat meskipun tertutup kabut cerita yang menghibur.
Seperti halnya yang bisa kita telaah dalam sebuah film bejudul Keramat 2: Caruban Larang. Sebuah sekuel film horor yang dibuat oleh sutradara Monty Tiwa. Film ini diracik dengan begitu unik, sedikit sekali film Indonesia yang menggunakan konsep found footage seperti ini.
Tugas Akhir yang Berujung Pada Perjalanan Ghaib
Keramat 2: Caruban Larang berkisah tentang sekumpulan anak muda asal Jakarta, mereka adalah Arla,Maura, Jojo dan Umay yang hendak meneliti tarian Topeng Cirebon sebagai bahan tugas akhir kuliah mereka. Mereka juga berangkat bersama Keanu dan Ajil yang dikenal sebagai youtuber dengan konten-konten misteri.
Namun ternyata semua tidak semulus yang dikira. Ketika Ajil dan kawan-kawan pergi ke Cirebon, mereka justru dihadapkan dengan kejadian yang mengancam maut, kejadian yang membawa mereka harus bertaruh nyawa untuk bisa pulang ke Jakarta dengan selamat.
Selama tinggal di Cirebon mereka tengah mempelajari sebuah gerakan tari Topeng Cirebon yang selama ini dianggap punah, mereka mencoba untuk mencari tahu gerakan itu lewat sebuah jalur ghaib. Arla berani menyerahkan raganya untuk dirasuki Suryani maestro tari Cirebon yang berpuluh tahun menghilang. Namun sayang kejadian itu membuat Maura yang berada di dekat Arla tiba-tiba terseret dan tidak sadarkan diri. Ia kini berada diambang kematian. Ajil dan yang lain mesti pergi ke alam ghaib untuk mengembalikan arwah Arla ke jasadnya. Mereka juga dibantu Uthe, kawan Ajil dan Keanu yang menyusul ke Cirebon. Uthe sendiri memiliki kemampuan supranatural yang akhirnya berguna dalam konflik-konflik yang tersaji pada babak ke dua dan ke tiga film ini.
Pada akhirnya, kamu yang tengah membaca tulisan ini mesti menyaksikan sendiri film Keramat 2: Caruban Larang yang kini sudah bisa ditonton via daring untuk mengetahui bagaimana nasib ke enam anak muda yang pergi menantang maut dan memasuki alam ghaib demi sebuah perjuangan untuk tugas akhir mereka.
Beda Mencolok Film Pertama Dan Sekuelnya
Penulis adalah orang yang beruntung sekali dapat menyakikan Film Keramat pertama di bioskop. Entah mengapa saat itu penulis dan teman-teman pergi ke bioskop dan memilih Film Keramat. Film yang ternyata punya peran penting bagi perkembangan film horor Indonesia. Film yang jadi tonggak pertama terciptanya gaya found footage di negeri ini.
Keramat 2009 adalah masterpiece lengkap dengan segala kesederhanaanya yang membuat film ini terasa begitu bernyawa. Film ini tidak pernah bermaksud menakut-nakuti penonton dengan penampakan yang mengaggetkan, film ini hanya merekam cerita yang terasa begitu apa adanya tanpa dibuat-buat.
Hal ini yang sepertinya tidak terlalu dirasakan pada Film Keramat 2: Caruban Larang, perkembangan zaman membuat film ini mau tidak mau harus menampilkan filmnya dengan gambar yang lebih jeli. Sayangnya masalah itu lah yang membuat film ini jadi berkurang rasa ngerinya. Keramat pertama seolah direkam dengan kamera handycam yang kualitas gambarnya seadanya. Tapi justru kualitas alakadarnya itu yang membuat penonton jadi percaya kalau film ini memang terasa seperti film dokumenter.
Pengambilan gambar yang teralu jernih ini juga bukan salah satu problem utama. Selain kamera, pelakon dalam film ini juga terasa tidak terlalu natural dalam berperan. Pada akhirnya kita akan membandingkan dengan film pertama yang para pemerannya terlihat tampil seolah tanpa skrip sebab kekuatan Film Keramat pertama justru ada pada pemerannya yang terlihat tidak sedang berakting. Nah hal itu yang tidak dapat dirasakan pada Film Keramat 2: Caruban Larang.
Akan tetapi, bagi penonton Keramat tahun 2009 penulis mendapatkan kejutan ketika tahu jika ada tiga orang pemeran dalam film pertama muncul kembali dalam film ini. Sekaligus menjawab jika ketiga orang yang di akhir film pertama dianggap sudah berhasil selamat nyatanya masih terjebak di alam ghaib. Adegan tersebut menghasilkan dua perspektif bagi penulis.
Pertama adegan itu membuat penulis teringat kembali dengan film pertama sekaligus memberi efek kejut yang teramat penting untuk cerita film ini. Betapa Poppy Sovia,Migi dan Sadha ternyata belum keluar dari dunia ghaib sejak 14 tahun lalu.
Perspektif kedua adalah soal kebingungan penulis tentang mengapa para pemeran Keramat 2 dapat bertemu dengan para pemeran Keramat pertama di alam ghaib? Padahal latar tempat Keramat pertama dan kedua berbeda tempat. Keramat pertama memiliki latar di Jogja sementara Keramat 2 berlatar di Cirebon. Kenapa mereka bisa bertemu di alam ghaib yang sama? Betapa sempitnya alam ghaib bisa mempertemukan dua kelompok yang hilang di dua kota namun bertemu di daerah yang sama.
Hal itu tidak dijelaskan dalam film. Padahal jika itu diterangkan dengan adegan dan dialog yang logis pasti jadi nilai tambah bagi film berdurasi 94 menit itu. Selain itu penulis juga merasa fakta jika Uthe ternyata adik dari Miea (karakter dalam film pertama yang ternyata selamat) terkesan sedikit maksa. Apalagi ternyata Lutesha berangkat ke alam ghaib juga memiliki misi untuk menolong Poppy dan yang lainnya. Pertanyaan besarnya kenapa harus pergi ke Cirebon untuk menolong orang yang hilang di Jogja? Tentu ini jadi jembatan yang baik untuk diceritakan di film ke tiga yang mudah-mudahan bisa ditayangkan dengan kualitas yang lebih ‘biasa saja’ dari film kedua ini.
Di luar itu setidaknya film ini juga mau untuk mengangkat tema tarian tradisional sebagai bagian penting dari jalan cerita.
Tambahkan Popularitas Tari Topeng Cirebon
Kalimat terakhir dalam paragraf sebelumnya memang kalimat penting, betapapun moderenisasi menggilas tradisi dengan bar-bar nya, semua manusia Indonesia bertanggung jawab untuk melestarikan tarian nasional. Berkaca pada Film Keramat 2: Caruban Larang, mereka mengambil tari Topeng Cirebon sebagai fokus utama .
Tari Topeng Cirebon adalah sebuah tarian yang sudah ada sejak zaman dahulu bahkan sebelum Cirebon terbentuk, tari ini semakin populer dipentaskan sejak zaman kekuasaan Sunan Gunung Jati. Ada lima jenis tarian dengan topeng-topeng yang berbeda. Mulai dari topeng kelana, topeng panji, topeng rumyang, topeng samba juga topeng tumenggung. Semua topeng miliki karakternya masing-masing itu artinya semua topeng juga punya gerakannya sendiri. Film Keramat 2: Caruban Larang memberikan ruang untuk Tari Topeng Cirebon dikenal luas.
Bukan sekedar khas, Tari Topeng Cirebon beberapa kali dipentaskan di luar negeri, bahkan diteliti oleh sejumlah universitas di luar negeri. Nama-nama seperti Mimi Rasinah atau Sujana Arja adalah nama yang tidak asing di telinga orang Cirebon, siapa mereka? mereka adalah maestro Tari Topeng Cirebon yang legendaris. Lewat gerak tari tersebut mereka pergi ke luar negeri untuk mengenalkan betapa megahnya tradisi Indonesia. Film Keramat 2: Caruban Larang setidaknya mengenalkan itu pada 950 ribu penonton yang menyaksikannya di bioskop dan mungkin lebih banyak orang yang kini dengan santai bisa kenal tarian khas Cirebon tersebut lewat menonton film ini via daring.
Berkaca pada tradisi seperti Tari Topeng Cirebon, Indonesia punya ribuan tradisi pentas serupa. Isinya beraneka macam. Bahkan setiap daerah punya ragam tradisinya masing-masing lengkap dengan segala keunikan yang ditampilkan. Sama seperti Tari Topeng Cirebon, tradisi lain juga tidak kalah dielukan dan mewakili Indonesia untuk tampil di kancah internasional. Sayangnya tidak semua tradisi dapat dikenal luas. Beberapa tradisi kadang butuh endorse untuk bisa bertahan.
Bongkar Pasang Misteri Tari Topeng Cirebon
Film Keramat 2: Caruban Larang secara tidak langsung meng-endrose Tari Topeng Cirebon pada publik, memberi tahu khalayak tentang bagaimana tarian ini dilkaryakan. Walaupun dari perspektif penulis, secara tidak langsung film ini mencitrakan tarian cirebon tersebut sebagai tarian yang terkesan mistis.
Ada salah satu adegan ketika Maura hendak dirasuki arwah Suryani. Suasana adegan tersebut terlihat begitu temaram dengan lampu-lampu yang redup, lilin-lilin yang berjejer dan suasana yang hening.
Betul bahwa itu adalah kebutuhan adegan dengan menampilkan suasana mistis. Tapi rasanya agak berlebihan, sebab sepengethuan penulis, tari topeng tidak dipentaskan dengan cara seperti itu. Tarian ini adalah tarian yang memiliki filosofi tentang awal terciptanya alam semesta beserta manusia. Sebuah filosofi yang dalam untuk sekadar jadi sebuah media penghantar cerita dari sebuah film bukan?
Apalagi jika berkaca pada sejarah tarian ini, ceritanya begitu panjang dan memiliki makna yang penting untuk peradaban Cirebon. Tarian ini adalah tarian diplomasi yang digunakan oleh Sunan Gunung Jati untuk Pangeran Welang yang hendak menyerang Cirebon. Tarian ini memikat Pangeran Welang untuk tidak menyerbu Kerajaan Cirebon dan memilih untuk bekerjasama.
Sayang sekali Tari Topeng Cirebon dalam film ini tidak terkspolarasi dengan baik, padahal jika mau lihat sisi mistisnya, ada beberapa hal yang bisa diangkat seperti halnya tarekat yang dilakukan oleh para penari sebelum hendak pentas. Mereka harus berpuasa, melakukan beberapa pantangan dan bersemedi sebelum melakukukan tarian. Selain itu ada perlakuan khusus untuk topeng-topeng yang hendak digunakan. Topeng ini harus dibalut dengan kain putih dan sebelum menggunakannya ada ajian dan mantra khusus. Belum berhenti di situ, ada sesajian yang biasanya bisa kita lihat seperti bedak, sisir dan cermin untuk menggambarkan kefeminisan serta ada cerutu atau rokok yang lambangkan maskulinitas.
Ini yang tidak ditampilkan dalam film, sisi yang punya porsi mistis justru terlewat padahal ada fakta yang bisa ditampilkan dan itu sah-sah saja diketahui oleh penonton. Karenanya sungguh sayang hal yang tidak ada dalam tari justru ditampilkan, sementara ritual aslinya luput diperlihatkan.
Sebetulnya selain Tari Topeng Cirebon, ada pentas tari lain dari Cirebon yang justru punya kadar mistis yang lebih tinggi. Tarian itu adalah Tarian Sintren. Tarian di mana penarinya diikat sebelum pentas, dimasuki ke dalam kurungan ayam dan dalam waktu hitungan detik, tali itu dapat terlepas sementara sang penari sudah berganti baju. Ini masih ada di Cirebon dan kemistisannya masih begitu bisa dirasakan.
Karena itu disayangkan jika porsi Tari Topeng Cirebon dalam film ini hanya jadi sekadar jamuan cerita tanpa adanya penjelasan yang dalam. Seperti yang penulis singgung di awal tulisan jika film bisa jadi media yang besar untuk menyampaikan informasi penting. Jangan sampai mencipta film hanya untuk mengejar cerita dan jumlah penonton saja padahal punya potensi untuk menyebarkan hal berguna, maka sayang betul jika potensi tersebut tidak dimanfaatkan.
Film dan Upaya Melestarikan Tradisi
Tapi mari kita lihat sisi lain dari film ini. Tidak kah kita merasa film ini seperti menyinggung sesuatu yang sedang terjadi di masyarkat hari ini? Dalam film Keramat 2: Caruban Larang diceritakan jika ada sebuah tarian yang punah karena tidak ada lagi yang melestarikan tarian tersebut. Sebabnya karena karakter Suryani sang maestro tari bunuh diri sebelum mewarisi keahliannya.
Ada kesamaan dan ada perbedaan dengan yang terjadi pada masa kita saat ini. Kesamaanya adalah ada sejumlah tarian Indonesia yang kini sudah punah dan terancam punah. Bedannya, maestro-maestro tari ini ada dan mau berbagi keahliannya, tapi sedikit atau bahkan tidak ada orang yang mau untuk melanjutkan belajar tarian tradisional tersebut. Menurut data dari artikel yang dirilis oleh kemendikbud, ada setidaknya lima tarian daerah di Indonesia yang terancam punah. Tidak sedikit juga angka yang menyebutkan jika ada banyak tarian di negeri ini yang mungkin sudah punah.
Coba mundur 30 samapi 40 tahun kebelakang, coba tanya orang tua kita soal apa hiburan yang disukai masyarakat sebelum ada internet dan televisi? Jawabannya adalah kumpul guyub. Bersama bersua melakukan sebuah tradisi. Tidak sedikit juga yang datang untuk melihat sebuah pentas tari tradisonal. Tari Jaipong, Tari Bali atau Tari Piring adalah hiburan masyarakat yang sederhana tapi menyimpan segudang makna.
Tapi coba kita bandingkan dengan sekarang, jika anak muda dihadapkan dengan dua pilihan hendak menonton tari tradisonal atau menonton idol K-pop kesayangannya tampil, mana yang kira-kira ia pilih? penulis menyangka sebagian besar akan memilih untuk menonton Idol K-pop nya.
Ini tentu tidak salah, perkembangan zaman dan globalisasi bukan sesuatu yang bisa dicegah atau harus dicegah. Setiap orang boleh memiliki kesukaan terhdap apapun. Itu hak dan preferensi setiap orang untuk mencipta suka dalam dirinya.
Lantas apa yang bisa dikerjakan agar tarian atau tradisi lain tetap dikenal dan tidak hilang dihembus zaman? jawabannya ada dua hal pertama dengan memberikan kemasan yang baru pada pentas tari-tari tradisional, kemasan yang dapat memikat anak-anak muda untuk tertarik setidaknya untuk menyasikannya. Harapan di kemudian hari tertarik untuk mempelajarinya dan melestarikannya.. Kedua adalah dengan memberikan promosi dari media-media lain untuk melahirkan citra baik. Salah satunya adalah film yang dapat merangsang rasa penasaran tentang sebuah tradisi atau seni tari. Film Keramat 2 : Caruban Larang sudah mencoba melakukan itu meski masih perlu ada perbaikan sana sini.
Penulis hanya ingin menyampaikan, jika premis yang dibuat dalam sebuah film menyangkut sebuah tradisi, maka citrakan tradisi tersebut dengan tuntas. Sebab ini ruang yang istimewa untuk mengabarkan pada khalayak jika tradisi itu masih ada. Sampaikan dengan penuh niatan, tanpa mengurangi dan menambahi.
Film Keramat 2: Caruban Larang sudah mau berbagi pada penonton tentang eloknya warisan Tari Topeng Cirebon. Semoga ada lagi film Indonesia lain yang mau menyematkan kearifan lokal dengan cara lebih cermat dan dengan kemasan yang membuat banyak orang tertarik untuk menyaksikannya.
Jaya terus film Indonesia, jaya selalu seni dan tradisi nusantara.
* Tulisan ini dibuat untuk diikutsertakan dalam nominasi "Karya Kritik Film Festival Film Indonesia 2023"
Komentar
Posting Komentar