Markonah adalah itik. Dan kini diusianya yang masih sangat
belia, dia mesti mengetahui kenyataan kalau ibunya sebentar lagi akan meregang
ajal ditangan para tukang jagal. Saat itu adalah hari perpisahan. Sebelum subuh
nanti, ibunya akan dibawa ke tempat pemotongan ayam untuk disembelih. Kemudian
tubuh ibunya bakal dimutilasi, di pisahkan kaki dan badanya. dicerabuti semua
bulunya dan celupkannya tubuh munel ibundanya itu ke minyak panas. Semua sudah
terbayang dibenak Markonah. Tak ada yang bisa ditolerir. Semuanya memang
seharusnya begitu. Meski begitu, dalam hatinya dia hendak menggugat kenyataan
Dalam pesta perpisahan dengan ibunya. Markonah tak
henti-hentinya berada di samping sang induk. Sementara sang induk terlihat
tenang meski ajalnya sudah hanya hitungan jam. Markonah terus berceracu tentang
takdirnya sebagai ayam potong yang menurutnya tak adil
“Kau tak usah risau nak. Sudah jadi ketentuan kita begini.
Bagi ibumu lebih baik mati ditangan para jagal ketimbang harus mati terlindas
motor lantaran mencoba kabur. Mencoba membelokan takdir. Kau persis ayahmu.
Pemberontak. Padahal kau masih kecil. Kau itik yang pemberani”
“Maksud ibu, ayah mati tertabrak motor itu karena memilih
takdir?” tanya Markonah
“Setiap kita punya takdirnya masing-masing. Ayahmu tak mau
mati dipenggal pisau tajam. Dia kabur untuk menemukan hidup yang lebih baik.
Dia tinggalkan aku. Juga kau” Suara ibu markonah sedikit bergetar “ Tapi,
setelah berhasil kabur, takdir lain menyapa. Dia tertarak motor. Dagingnya jadi
tak berguna. Tak ada yang mau menguburkannya. Akhirnya dibakar lah iya. Tragis”
Ibu Markonah tersedu
“Ayah tidak cerdas. Iya mati tanpa tujuan yang jelas. Hilang
nyawa tapi tak berbekas” Mata markonah kosong
“Nak, percayalah ini jalan terbaik bagi kita ayam-ayam
potong. Hidup sebentar tapi bermanfaat bagi banyak manusia. Jadilah pintar,
jadilah cerdas saat ajal menjemputmu Markonah. Jangan biarkan hidup singkatmu
sia-sia. Ingat, semua mahluk itu hidup untuk mati”
“Aku turuti perintahmu bu” Markonah menangis mendekap
ibunya. Kisah haru induk dan anak itu tak lama lagi segera berakhir. Para
penjagal sudah berisap dengan pisau-pisaunya. Mulailah ayam-ayam pilihan itu
dipisahkan satu-satu termasuk ibu markonah yang diambil paksa ketika masih
mendekap anak kesaayangannya
“Kita akan bertemu lagi nak. Makanlah yang banyak dan cepat
besar. Kita akan berkumpul lagi di alam sana” Kata ibu markonah sembari di
cincing kakinya dan diangkat tubuhnya. Markonah menjerit tertahan melihat
ibunda kesayangan diperlakukan seperti itu. Juga orang tua kawan-kawannya.
Kandang ramai dengan pekikan suara ayam di malam menuju pagi. Terputus sudah
ikatan itik dan induk.
“Selamat jalan bu, aku akan mati dengan cerdas”
Hari berganti dan Markonah belum juga dapat cara membalskan
kesumatnya. Semenatar bobot badanya terus bertambah. Dia sudah tidak bisa lagi
disebut itik. Dia tumbuh dengan daging berisi. Dan itu artinya hari pembantaian
bagi dia sudah semakin dekat. Hingga akirnya ia menemui Sodik yang tengah
terkulai lemas dipojokan kandang. Entah kenapa Sodik sahabatnya itu bisa
sedemikian lunglai. Padahal hari-hari biasanya dia adalah sosok yang paling
ceria. Ketika Markonah selidiki. Sodik memang tak makan beberapa hari ini
karena kesehetannya terganggu. Beberapa hari sebelumnya sodik juga kehujanan
lantaran salah satu atap kandang yang bocor. Wajah sodik semakin tirus dan
warna bulunya juga tak lagi menarik. Belum sempat Markonah menolong. Penjaga
kandang yang sedari tadi mengawasi tiba-tiba merebut Sodik dari hadapan
Markonah. Pria itu kemudian mengeluarkan Sodik dari kandang sembari berkata
“Ayam ini sakit. Sakitnya bisa menular. Bisa bahaya juga kalau sampai dimakan
orang”
Bahaya? Ayam potong bisa membahayakan manusia? Hewan yang
umurnya hanya satu bulan ini bisa jadi ancaman juga ternyata? Markonah
terkesiap. Ternyata tubuh ringkih Sodik yang justru tak berdaya itu bisa jadi
senjata pembalasan. Markonah mulai membuat rencana. Sementara Sodik menghadapi
kemalangannya dengan mati dibakar hidup-hidup
Markonah si betina lantang itu suatu hari berpetok kencang
meminta semua ayam memerhatikannya. Hal yang membuat semua ayam jadi terdiam
dan dengan kompak memerhatikan Markonah. Markonah memulai orasinya. Sebuah
orasi yang kemudian membuat semangat kekompakan para ayam terbakar
“Kita tentu tidak bisa tinggal diam. Kita harus balas
perbuatan manusia. Mereka itu mahluk paling arogan. Seenaknya membantai kita.
Mencabik-cabik bulu kita. Memenggal kepala kita. menggoreng dada dan paha
sampai mensuir sayap-sayap lemah kita! Kita tidak boleh diam. Kita mesti balas
mereka. Manusia-manusia kejam itu mesi dapat pelajaran. Bahwa kita tidak lemah.
Bahwa mereka tidak bisa lagi seenaknya memotong-motong tubuh kita untuk
kemudian dimakan. Dimakan teman-teman!” Mata Markonah makin melotot dan
suaranya tambah lantang. Semua ayam terhipnotis mendengarkan orasinya
“Mereka membunuh kita lalu berapa banyakdiantara mereka yang
menyianyiakan tubuh kita? membuang bagian tubuh dengan seenaknya hanya karena
kita tidak enak, kita tidak gurih, kita kurang bumbu! Mereka yang bodoh
memasak. Kita yang sia-sia. sebagian daging kita dibuang ketempat sampah.
Tulang-tulang kita digerogoti kucing! Sebegini tak berharga kah tubuh kita?
Mulai saat ini. Kita harus bangkit dan ganti merobohkan mereka”
“Caranya?” Salah satu ayam bertanya
“Kita tidak bisa melawan takdir. Semua akan mati. Tapi, kita
juga mesti mati dengan terhormat. Dengan misi pembalasan”
“Iya tapi gimana caranya!?” Si ayam tadi mulai bertanya
dengan nada menghardik
“Sodik, aku dapat inspirasi darinya. Dia mati dibakar
gara-gara penyakitan. Dia berbahaya bagi manusia kalau sampai dagingnya
tertelan. Bisa mati juga manusia. Karena itu, kita mesti sakit. Kita mesti
kotor agar penyakit mudah datang. Pada mereka yang sudah terjangkit kita mesti
dekati supaya tertular. Tapi, kita juga harus kuat jangan terlihat lesu dan
akhirnya mesti mati dibakar karena ketahuan sakit seperti sodik. Bagaimana?
Mulai saat ini perang dimulai. Mulai saat ini kita adalah ancaman bagi
manusia!”
Seluruh ayam memetok tarik. Hidup mereka bukan lagi menunggu
mati dengan pasrah. Ada misi perlawnan dalam benak mereka. Misi balas dendam
atas tubuh-tubuh orang tua mereka yang di sembelih.
Mulai saat itu mereka hidup kotor. Ketika penjaga
membersikan kandang. Secepat itu pula menreka mengotorinya. Mereka tetap makan
supaya tidak kurus. Saat malam tiba, mereka berbondong-bondong untuk melubangi
atap supaya ketika hujan turun mereka bisa terkena air hujan dan penyakitan.
Hal itu dilakukan tiap hari. Hingga akhirnya satu persatu ayam mulai terjangkit
penyakit. Ketika terlihat lesu, Markonah menyemangati. Semua kompak satu sama
lain. Tiga hari lagi mereka akan dipotong.
Hingga pada waktunya tiba. Mereka saling berpelukan.
Penyakit sudah berhasil mereka jangkit. Mereka sudah sangat lemah dan tak
berdaya. Sudah tak bisa lagi memendam rasa sakit. sudah tak banyak lagi yang
bersuara apalagi jalan. Namun, petaka datang ketika penjaga mulai curiga pada
ayam-ayam yang tak berdaya dan terlihat lesu. Si penjaga itu kemudian memanggil
tukang jagal untuk memastikan apakah mereka sakit atau tidak. Si tukang
jagalpun curiga. Bahkan sudah berniat untuk membakar ayam-ayam itu secara
berjamaah
Mengetahui rencananya diambang kegagalan. Markonah bangkit.
dia berjalan kesana kemari. Menampilkan jika dirinya layak konsumsi. Suara ia
keluarkan walaupun tenggorokannya sudah sangat sakit sekali. Sayap ia
kibas-kibas supaya percaya kalau Markonah adalah ayam yang sehat. Melihat
Markonah bangkit. Ayam lainpun mengikutinya, melawan rasa sakit yang mereka
derita. Hingga akhirnya penjagapun merasa kalau ayam-ayam itu tidak sakit dan
siap potong.
Satu persatu ayam itu diambil. Dicincing kaki ayam itu satu
persatu. Tukang jagal itu sudah bersiap. Hingga tiba giliran Markonah. Ia kini
siap menemui takdir. Tubuhnya yang kini munel dan langkahnya yang gesit ketika
hendak ditangkap membuat si penjaga mengumpat “kau akan jadi santapan aku dan
kawan-kawan buat malam tahun baru” ujarnya sembari tertawa.
Markonah digeletakan. kepalanya dipegangi. Pisau sudah
menempel dilehernya. Sebentar lagi ia meregang nyawa. Markonah puas kesumatnya
sebentar lagi terbalas. Orang-orang akan tewas bergelimpangan setelah menyantap
tubuh dia dan kawan-kawanya. Sebelum tajamnya pisau mengoyak lehernya. Maronah
berkata
“Bu aku berhasil membalas kesumat kelompok kita. Aku akan
mati dengan cerdas”
Dan setelah Markonah mati, banyak orang terkena penyakit flu
burung.
Komentar
Posting Komentar